Hagia Sophia adalah sebuah bangunan masjid di Istanbul, Republik Turki. Dari masa pembangunannya pada tahun 537 M sampai 1453 M, bangunan ini merupakan katedral Ortodoks dan tempat kedudukan Patriark Ekumenis Konstantinopel.

Bangunan yang sekarang ini awalnya dibangun sebagai sebuah gereja antara tahun 532-537 atas perintah Kaisar Rowami Timur Yustinianus I dan merupakan Gereja Kebijaksanaan Suci ketiga yang dibangun di tanah yang sama, dua bangunan sebelumnya telah hancur karena kerusuhan. Bangunan ini didesain oleh ahli ukur Yunani, Isidore dari Miletus dan Anthemius dari Tralles. Gereja ini dipersembahkan kepada Kebijaksanaan Tuhan, sang Logos, pribadi kedua dari Trinitas Suci,pesta peringatannya diadakan setiap 25 Desember untuk memperingati kelahiran dari inkarnasi Logos dalam diri Kristus

Berikut adalah perjalanan bangunan Hagia Sophia

  • Katedral Gereja Kristen (537–1054)
  • Katedral Ortodoks Yunani (1054–1204)
  • Katedral Katolik Roma (1204–1261)
  • Katedral Ortodoks Yunani (1261–1453)
  • Masjid Kekaisaran (1453–1931)
  • Museum (1935–2020)
  • Masjid Republik Turki (2020–sekarang)

Presiden Turki  Erdogan menyatakan ikon Istanbul Hagia Sophia terbuka untuk ibadah Muslim.

Secara terpisah, Gereja Ortodoks Rusia menyatakan kecewa atas keputusan Turki mencabut status meseum Hagia Sophia.

Mereka menuduh Turki mengabaikan suara jutaan orang Kristen.

“Kekhawatiran jutaan orang Kristen belum terdengar,” kata juru bicara Gereja Ortodoks Rusia Vladimir Legoida dalam komentar yang dibawa oleh kantor berita Rusia Interfax.

Sementara itu, AS juga mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah Turki.

Tanggapan ini disampaikan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri, dalam sebuah pernyataan.

“Kami kecewa dengan keputusan pemerintah Turki untuk mengubah status Hagia Sophia,” kata Morgan Ortagus.

Keputusan konversi Hagia Sophia keluar setelah Pengadilan Tinggi Turki mencabut statusnya sebagai museum sejak 1934. Hagia Sophia memang pernah berstatus Masjid usai Sultan Ottoman Mehmed II menaklukkan Konstantinopel pada abad ke-15. Seorang Asisten professor Brooklyn College, Louis Fishman mengklaim konversi Hagia Sophia meningkatkan citra Erdogan sebagai pemimpin Muslim di dunia. Namun, ia ragu keputusan Erdogan diterima dengan lapang dada di dalam negeri. Keputusan ini menuai protes, dari UNESCO,Prancis, Amerika Serikat dan Dewan Gereja Dunia.

Keputusan ini pula membuat kecewa yang mendalam pada orang-orang kristen ortodoks,dan kritik pedas dari Yunani. Dewan Gereja Dunia mendesak presiden Turki Ersogan unruk mempertimbangkan kembali keputusan merubah Hagia Sophia menjadi masjid untuk menumbuhkan rasa damai dan terbebas dari perpecahan.

Bahkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan bahwa pihaknya “kecewa” dengan keputusan itu. Amerika Serikat berharap Turki menjaga museum itu terbuka bagi semua kalangan.

Vladimir Dzhabarov, Wakil Ketua Komite Urusan Luar Negeri mengatakan “Itu tidak menyatukan negara, tetapi sebaliknya membawa mereka ke dalam tabrakan,”.

Sementara itu, Ketua Parlemen Turki Mustafa Sentop juga meyakinkan Turki tidak akan merusak peninggalan bersejarah di situs tersebut. Akan tetapi, menurut media Turki setempat, tirai khusus akan digunakan selama ibadah shalat berlangsung. Karpet – karpet akan digelar di lantai yang menyala untuk menggelapkan ruangan agar gambar-gambar dari ajaran Kristen tidak tampak. Konon juga karena statusnya sudah menjadi masjid, selama ibadah shalat dilaksanakan di dalamnya, pemerintah Turki bermaksud menutup gambar Yesus, Bunda Maria dan orang-orang kudus Kristen dengan teknologi khusus.